Friday, July 25, 2014

Catatan Ramadhan 1435 H - 28 Ramadhan, Berbuka Puasa Bersama Muslimah Bochum

Ramadhan identik dengan berbagai tradisi yang membudaya dalam masyarakat. Salah satunya adalah berbuka puasa bersama. Di tanah air, acara semacam ini biasanya menjadi ajang silaturahim, sekaligus tak jarang menjadi semacam reuni bagi orang-orang yang telah lama tak saling berjumpa. Maka muncullah undangan-undangan acara berbuka puasa bersama dari kawan-kawan semasa sekolah atau kuliah. Ada banyak sekali cerita nostalgia yang akan dibagi di sana.

Di negeri-negeri lintang tinggi, ketika Ramadhan jatuh bertepatan dengan musim panas, matahari baru akan tenggelam menjelang pukul sepuluh malam, sudah hampir tengah malam. Dengan kata lain, berbuka puasa bersama bukanlah acara yang mudah untuk diselenggarakan sebagaimana di tanah air. Mengumpulkan banyak orang pada waktu selarut itu mempunyai tantangan tersendiri. Menjaga ketenangan menjadi sesuatu yang wajib, apalagi sebagai kaum minoritas dan perantau, tentunya kami tidak ingin membawa kesan buruk bagi masyarakat sekitar. Seperti yang dulu pernah kuceritakan di awal Ramadhan, waktu sejak lepas Ashar hingga Magrib biasanya kupakai untuk tidur. Namun, ketika digelar acara berbuka puasa bersama, tentunya selang waktu tersebut tak akan bisa dipakai untuk beristirahat. Singkatnya, berbuka puasa bersama di musim panas menyimpan nilai rasa yang sungguh berbeda.

Di negeri ini, kawan setanah air rasanya sudah seperti saudara sendiri. Tempat berbagi butir-butir kebahagiaan, suka dan duka di tengah segala keterbatasan dan kerinduan pada tanah air. Kemarin sore, para muslimah Indonesia di Bochum menyempatkan diri untuk berbagi kebahagiaan di hari-hari terakhir Ramadhan tahun ini. Kami berkumpul sejak sore untuk mempersiapkan acara berbuka puasa bersama. Alhamdulillah limpahan rezeki dari para sahabat membuat malam itu menjadi istimewa, makan malam bersama dengan berbagai makanan khas Indonesia.

Semangkok bakso Malang hangat yang di tanah air merupakan menu biasa, ketika di sini menjadi sesuatu yang istimewa. Wangi masakan itu pelan-pelan mengobati rindu kami pada kampung halaman. Secangkir cendol dingin meluruhkan rasa haus, semanis persaudaraan kami. Aku tak ingin berandai-andai, ingin begini dan begitu, atau mengeluhkan Ramadhan yang terasa sepi. Tak ada yang lebih membahagiakanku pada Ramadhan tahun ini selain kebersamaan dan persaudaraan yang kami bagi di perantauan ini. Udara musim panas masih meninggalkan gerah hingga malam menjelang. Bus tengah malam mengantarkan kami pulang, meninggalkan serpih-serpih kebahagiaan yang terasa damai dipeluk malam.

Bochum, 25 Juli 2014